PORNUMBAY, PMJS NEWS – Sekelompok “mahasiswa eksodus” di Jayapura, Papua, menghadang 27 orang mahasiswa eksodus lain yang ingin kembali ke kota studi untuk melanjutkan kuliah mereka, Sabtu (11/1/2020). Para penghadang itu memprotes 27 mahasiswa eksodus itu, menganggap mereka mencari solusi sepihak yang soal rasisme Papua dan nasib ratusan mahasiswa eksodus lain.
Sejak persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, ribuan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Papua melakukan eksodus dan pulang ke Papua. Kepolisian Daerah Papua memperkirakan jumlah mahasiswa eksodus yang meninggalkan berbagai perguruan tinggi di luar Papua itu mencapai 3.000 orang. Sementara Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan jumlah mahasiswa eksodus di Papua mencapai 6.000 orang.
Pasca eksodus itu, sebagian besar mahasiswa eksodus bertahan di Papua, dan sebagian kecil lainnya kembali ke kota studi di luar Papua untuk melanjutkan kuliah. Sejak Agustus 2019, kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura terus menyeru agar semua mahasiswa eksodus solid dan bertahan di Papua. Akan tetapi, mereka belum pernah menghadang atau menghalangi mahasiswa eksodus lain yang ingin kembali ke kota studinya masing-masing.
Situasi berbeda terjadi pada Sabtu, ketika sejumlah orang dari kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menghadang 27 mahasiswa eksodus yang akan berangkat menuju kota studi. “Ada 27 mahasiswa exsodus yang kami batalkan keberangkatannya pada Sabtu pagi,” kata anggota kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus, Kaitanus Ikinia dalam pesan singkatnya kepada Jubi.
Ikinia menyatakan 27 mahasiswa eksodus itu akan kembali ke kota studinya dengan biaya Perhimpunan Advokasi Kebijakan dan Hak Asasi Manusia (PAK-HAM) Papua. Ikinia menyatakan pihaknya sejak Sabtu pukul 05.00 WP mendatangi Kantor PAK-HAM di Jayapura, untuk menghadang 27 mahasiswa itu diberangkatan.
Kaitanus Ikinia menyatakan pihaknya memprotes dan menghadang pemberangkatan 27 mahasiswa eksodus itu, karena pemberangkatan itu dinilai mengabaikan persoalan rasisme Papua dan mengabaikan nasib 6.000 mahasiswa eksodus lainnya. Ikinia mengingatkan, ribuan mahasiswa Papua melakukan eksodus dari berbagai perguruan tinggi di luar Papua karena pernyataan Gubernur Papua dan Maklumat Majelis Rakyat Papua (MRP) Nomor 5/MRP/2019 tentang Seruan kepada Mahasiswa Papua di Semua Kota Studi pada Wilayah Negera Kesatuan RI untuk Kembali ke Tanah Papua.
“Kalau PAK-HAM mendata [mahasiswa eksodus], mau kasih pulang, apa kepentingan dan kapasitasnya? Yang keluarkan pernyataan [seruan agar para mahasiswa Papua] pulang [dari kota studi di luar Papua] itu Gubernur Papua dan Majelis Rakyat Papua, bukan PAK-HAM,” kata Ikinia.
Ikinia mendesak PAK-HAM menghentikan pendataan dan pemberangkatan mahasiswa eksodus ke kota studi di luar Papua, karena mahasiswa eksodus tengah membentuk tim untuk bertemu Gubernur Papua Lukas Enembe dan MRP. “Kami belum sampaikan pernyataan [sikap] kami kepada Gubernur Papua dan MRP, jadi yang dilakukan PAK-HAM itu ilegal,”ungkapnya.
Secara terpisah pemimpin kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura, Eko Pilipus Kogoya menyatakan sebelum penghadangan itu terjadi pihaknya telah berkomunikasi dengan PAK-HAM. Kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura bertemu dengan Direktur PAK-HAM, Matius Murib, pada Rabu (8/1/2020).
Kogoya menyatakan penghadangan pada Sabtu itu terjadi karena PAK-HAM tidak mengikuti kesepakatan mereka dengan kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura. “Rabu kami datang ke Kantor PAK-HAM, bertemu direkturnya, Matius Murib. Kami sampaikan, [PAK-HAM harus] berhenti mendata dan bertemu mahasiswa eksodus,” kata Kogoya saat dihubungi melalui panggilan telepon, Sabtu.
Kogoya menyatakan para mahasiswa eksodus telah membentuk tim sendiri, dan tim itu tengah mendata jumlah mahasiswa eksodus di Papua. Tim itu juga tengah berupaya mempertemukan mahasiswa eksodus dengan Pemerintah Provinsi Papua. “Kami sudah sepakat [hal itu. Akan] tetapi, pagi ini kami mendengar Pak Matius [Murib] mau memberangkatkan mahasiswa eksodus kembali ke kota studi mereka,” kata Kogoya.
Kogoya membenarkan pada Sabtu pukul 05.00 pagi kelompoknya mendatangi Kantor PAK-HAM di Abepura, Kota Jayapura. Saat kelompok Kogoya tiba di Kantor PAK-HAM, 27 mahasiswa eksodus itu tengah sarapan di sana. “Kami palang [pintu Kantor PAK-HAM] saat mereka makan. Kami minta [PAK-HAM] hadirkan Matius Murib [untuk menemui kami],” kata Kogoya.
Menurut Kogoya, Matius Murib akhirnya datang menjumpai mereka, dan sempat berdialog. “Kami bertanya, mengapa [Matius Murib] mau kasih pulang [27 mahasiswa eksodus ke kota studinya]? Kami punya sikap masih belum disampaikan ke Gubernur, Ketua Majelis Rakyat Papua, dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua,” ujarnya.
Kogoya mengaku Matius Murib akhirnya bersepakat untuk tidak memberangkatan 27 mahasiswa eksodus itu pada Sabtu. “PAK-HAM sepakat batal, kami disuruh pulang. Kami sudah pulang, [tapi] ternyata Pak Matius Murib bawa teman-teman ke bandara untuk berangkat. sehingga kawan-kawan ada di bandara,” kata Kogoya.
Direktur PAK-HAM, Matius Murib saat dihubungi pada Sabtu pukul 09.56 WP tidak merespon pertanyaan Jubi, karena tengah menemui kelompok kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus yang berunjukrasa. “Ada sementara lagi sibuk, mahasiswa demo jadi agak sore baru adik kontak,” kata Murib pada Sabtu pagi.(*)
Reporter: Benny Mawel
Editor: Aryo Wisanggeni G
Posting Komentar
Mohon Komentar Sopan