Komisaris-Tinggi-PBB-untuk-Hak-Asasi-Manusia-Zeid-Raad-Al-Hussein-bertemu-dengan-Presiden-Indonesia-Joko-Widodo-di-Jakarta |
Pemerintah Indonesia Masih Blokir Akses ke Papua
Menurut laporan The Sydney Morning Herald dan The Age, sejumlah diplomat asing diblokir aksesnya oleh pemerintah Indonesia untuk mengunjungi Papua. Keputusan untuk sementara memblokir akses untuk misi Inggris, Kanada, dan Selandia Baru serta Komisi HAM PBB ini, menggarisbawahi sensitivitas pemerintah Indonesia tentang gerakan kemerdekaan dan kekerasan baru-baru ini di provinsi Papua dan Papua Barat.
Oleh: James Massola (The Sydney Morning Herald)
Baca Juga: Pemerintah Indonesia Takut Intervensi Asing dalam Penyebaran Informasi di Papua
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah yang “tidak biasa” untuk menghalangi para diplomat asing untuk mengunjungi Papua yang tengah dilanda kerusuhan, dengan alasan kekhawatiran akan keamanan setelah terjadi kekerasan dan konflik etnis selama berminggu-minggu.
The Sydney Morning Herald dan The Age telah mengkonfirmasi para diplomat dari Kedutaan Inggris, Kanada, dan Selandia Baru, semuanya telah meminta izin Kementerian Luar Negeri (Kemlu) bulan lalu untuk mengunjungi Papua. Namun, semua permintaan mereka ditolak.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia juga telah dilarang untuk mengunjungi Papua―meskipun telah diundang oleh pemerintah Indonesia pada Februari 2018. Komisi HAM PBB masih melobi untuk mendapatkan izin untuk berkunjung.
The Herald dan The Age juga mengetahui bahwa para diplomat dari Australia dan Amerika Serikat (AS) belum meminta izin dari pemerintah Indonesia untuk memasuki Papua sejak kekerasan meletus, khawatir permintaan semacam itu tidak akan disukai pemerintah Indonesia dan menyebabkan konflik diplomatik.
Keputusan untuk sementara memblokir akses untuk misi Inggris, Kanada, dan Selandia Baru serta Komisi HAM PBB ini, menggarisbawahi sensitivitas pemerintah Indonesia tentang gerakan kemerdekaan dan kekerasan baru-baru ini di provinsi Papua dan Papua Barat.
Misi diplomatik dan PBB meminta akses untuk menilai dan memahami konflik lebih jauh dan bertemu penduduk setempat untuk membahas kekerasan yang telah terjadi, di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan.
Ketika ditanya mengenai larangan itu, seorang juru bicara Kedutaan Selandia Baru mengkonfirmasi bahwa permintaan untuk mengunjungi Papua telah ditolak oleh pemerintah Indonesia.
Kedutaan Kanada dan Inggris juga tidak menyangkal bahwa mereka telah diblokir untuk memasuki Papua.
Seorang juru bicara Kedutaan Kanada tidak memberikan komentar lebih lanjut, sementara juru bicara Kedutaan Inggris mengatakan, “kami mendukung pembangunan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Papua. Kami bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk tujuan itu.”
Komisi HAM PBB mengatakan, “kami masih dalam tahap diskusi dengan pemerintah Indonesia mengenai waktu yang tepat untuk kunjungan semacam itu”.
“Kami sangat prihatin dengan eskalasi kekerasan di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia. Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk segera terlibat dalam dialog untuk meredakan ketegangan antar-masyarakat dan mencegah eskalasi kekerasan lebih lanjut”.
Baca Juga: Pemerintah Indonesia Isolasi Papua dan Kekersan di Papua meningkat
Kekerasan Papua
Seorang petugas polisi Papua membawa senapan saat ia mengendalikan kerumunan setelah pengunjuk rasa membakar Pasar Buruni selama protes kekerasan di Fakfak, Papua Barat. (Foto: EPA)
Seorang petugas polisi Papua membawa senapan saat ia mengendalikan kerumunan setelah pengunjuk rasa membakar Pasar Buruni selama protes kekerasan di Fakfak, Papua Barat. (Foto: EPA) |
Juru bicara Kemlu Teuku Faizasyah mengatakan, “pertimbangan keamanan menjadi perhatian utama saat ini”.
“Kami (Kemlu) mengikuti keputusan pemerintah untuk membatasi orang asing untuk mengunjungi Papua, termasuk para diplomat.”
Peneliti Human Rights Watch Indonesia Andreas Harsono mengatakan, “tidak biasa bagi diplomat asing untuk dilarang mengunjungi Papua.”
“Ada kekhawatiran mengenai keamanan, kedutaan tentu menyadari hal itu, tetapi mereka memiliki petugas keamanan mereka sendiri, orang-orang mereka sendiri, dan mereka memiliki proyek pembangunan di Papua.”
Sidney Jones, Direktur Institut Analisis Kebijakan Konflik, mengatakan bahwa pelarangan semacam itu “telah terjadi di masa lalu”, tetapi biasanya bukan pelarangan langsung, “pemerintah hanya tidak menanggapi permintaan untuk berkunjung”.
Kerusuhan dan bentrokan antara aparat keamanan dan pendukung kemerdekaan Papua dimulai pada bulan Agustus, dan merupakan kekerasan terburuk di provinsi tersebut dalam beberapa dekade.
Kekerasan ini telah menyebabkan 33 orang tewas, terbakarnya ratusan rumah dan bisnis, penangkapan, pemblokiran internet untuk sementara, dan mengungsinya 8.000 orang lebih―beberapa sumber mengatakan jumlah pengungsi mencapai 55.000 orang.
Ribuan polisi dan tentara tambahan diterbangkan untuk menghentikan kekerasan. Human Rights Watch telah menyerukan penyelidikan atas tewasnya puluhan korban di sana.
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne baru-baru ini mengatakan bahwa pemerintah Australia sangat khawatir dengan kekerasan di Papua, dan mendesak “kedua belah pihak untuk menahan diri”.
Selama beberapa dekade, akses ke Papua oleh wartawan asing telah dikontrol dengan ketat.
Menko Polhukam Wiranto baru-baru ini mengumumkan pelarangan yang lebih luas terhadap kelompok asing karena situasi keamanan―meskipun ia tidak menyebutkan secara spesifik siapa.
Pemerintah Indonesia meyakini bahwa Papua telah memilih untuk menjadi provinsi Indonesia dalam referendum “Penentuan Pendapat Rakyat” tahun 1969.
Tetapi para pendukung kemerdekaan berpendapat bahwa referendum itu palsu, dan mereka menuntut referendum kemerdekaan, seperti yang diberikan kepada Timor Timur pada tahun 1999.
Tokoh-tokoh senior dalam pemerintahan Indonesia termasuk Wiranto―yang ironisnya merupakan Menteri Pertahanan ketika Timor Timur memilih kemerdekaan―telah menolak pengadaan referendum kemerdekaan.
Peran sentral Australia dalam peristiwa-peristiwa menjelang kemerdekaan Timor Timur masih menjadi isu sensitif bagi sebagian orang di pemerintahan Indonesia.
James Massola adalah koresponden Asia Tenggara yang berbasis di Jakarta. Dia sebelumnya adalah koresponden politik utama, berbasis di Canberra. Dia telah menjadi finalis Walkley and Quills pada tiga kesempatan, memenangkan Penghargaan Kennedy untuk koresponden asing yang luar biasa dan penulis “The Great Cave Rescue”.
Keterangan foto utama: Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra’ad Al Hussein bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Jakarta, 6 Februari 2018. (Foto: Reuters)
Posting Komentar
Mohon Komentar Sopan